Program Studi Kajian Teroris SKSG UI Gelar Seminar Tentang PERPRES Pelibatan TNI Dalam Mengatasi Aksi Terorisme

Jakarta, Inionline.Id – Kajian Terorisme, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) mengadakan seminar dengan tema “Apa Kabar Perpres Pelibatan Tni Dalam Mengatasi Aksi Terorisme?” Seminar ini diharapkan dapat menjadi jawaban atas diskusi tentang kapasitas TNI dalam mengatasi aksi terorisme.

Bertempat di aula lantai l3 Gedung IASTH Kampus Salemba. Acara seminar dihadiri kurang lebih 150 orang yang berasal dari berbagai instansi; dosen, mahasiswa, LSM, TNI, POLRI, Kemhan, Kemenkumhan, pengamat terorisme dan lain-lain.

Dalam sambutannya Irjen. Pol (P). Dr. Benny J Mamoto, S.H, M.Si, menceritakan sedikit pengalaman beliau saat masih bertugas di kepolisian. “Selain itu beliau menyampaikan ucapan terima kasih atas kehadiran para narasumber dan diharap seminar ini dapat memberikan masukan terkait Perpres TNI dan aksi Terorisme,” ungkap Muhamad Syauqillah, PhD ketua prodi kajian terorisme SKSG UI melalui siaran pers yang dikirim ke awak media, Minggu (16/12/2018).

Syauqillah yang juga menjadi moderator pada sesi panelis seminar tersebut menyatakan, dalam sejarah pemberantasan terorisme di beberapa negara telah melibatkan militer. “Jika hal tersebut dilakukan di Indonesia, maka kontra terorisme harus ada proporsi yang tepat, kekerasan yang minimum. Jadi kekerasan sebagai tindakan terakhir, dan harus berdasarkan hukum.” ujarnya.

Sementara pembicara pertama Kolonel CHK Edy Imran, S.H., M.H., M.Si dari Babinkum Mabes TNI menyampaikan bahwa, pelibatan TNI dalam menagtasi aksi terorisme sudah menjadi amanah Undang-Undang.

“Sehingga harusnya sudah jadi kewajiban TNI untuk ikut aksi mengatasi terrorisme. UU nomor 5 tahun 2018 pasal 43 menegaskan bahwa TNI dibentuk untuk menghadapi berbagai ancaman. Jadi jika ada ancaman militer dan ancaman bersenjata, TNI menjadi garda terdepan jika ada unsur-unsur ancaman ini. Secara nyata aksi terorisme merupakan ancaman bersenjata,” ungkapnya.

Kolonel Edy Imran menegaskan, perlu dipahami bahwa pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme bukan dalam penegakan hukum. “Tetapi kalau sudah didelegasikan, baru TNI turun. Keterlibatan TNI sudah diatur oleh UU dan tugas pokok (pencegahan, penindakan, pemulihan).” Tandasnya.

Pembicara selanjutnya Kombes. Pol Drs.Hambali dari Divkum Mabes Polri memaparkan, memang sudah sewajarnya komponen negara harus dilibatkan, karena memang terorisme merupakan permasalahan negara.

“Penanganan terorisme di Indonesia harus dilakukan melalui penegakkan hukum (ini juga merupakan hasil politik negara), tidak dengan cara perang. Terorisme merupakan tindak kriminal yang harus diadili dan dilakukan pembinaan.Hal yang dipermasalahkan saat ini dalam pelibatan TNI hanya dalam hal penindakan saja, itulah yang akan diatur dalam perpres.” Bebernya.

Sementara itu, Dr Puspitasari Dosen SKSG UI menekankan juga penguatan intelejen sebagai opsi lain dalam tarik ulur diskusi kali ini. “intelijen sebagai kegiatan (HUMINT, SIGINT, OSINT, CYBERHUMINT) yaitu bagaimana manusia menjadi sumber & pengolah data, hal ini yang perlu dikuatkan.” Jelasnya.

Pembicara Al Araf dari IMPARSIAL menyatakan, pelibatan militer sudah diatur dalam UU TNI pasal 7 ayat 2 dan 3. Menurutnya, pengaturan lewat Perpres berbahaya karena tergantung rezim yang berkuasa. Mengacu TAP MPR 6 dan 7 tahun 2000, lanjutnya, pemerintah seharusnya membuat UU perbantuan TNI, sudah menjadi mandat UU anti terorisme pembentukan perpres. Terakhir DR. Agus Sudibyo dari Indonesia New Media Watch menyatakan, dalam negara demokrasi seharusnya supremasi hukum dan sipil harus diutamakan.

“Tapi dalam keadaan darurat supremasi sipil dan trias politika bisa diabaikan. Jadi dalam keadaan ini harus muncul sosok pemimpin yang berada diatas hukum.” Ucapnya. (MUL)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *