Keluarga Salah Satu Korban Lion Air Gugat Boeing ke Pengadilan AS

Inionline.id – Keluarga korban pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 menggugat The Boeing Company selaku produsen pesawat Boeing 737 MAX 8 yang jatuh pada 29 Oktober 2018 di Teluk Karawang. Gugatan tersebut dilayangkan oleh pihak keluarga dari almarhum dr. Rio Nanda Pratama melalui Firma hukum Colson Hicks Eidson dan BartlettChen LLC.

Keluarga menggugat karena maskapai Lion Air dengan registrasi PK-LQP itu menggunakan pesawat pabrikan Boeing yang belum lama mereka operasikan. Pesawat itu jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, pada 29 Oktober 2018, yang mengakibatkan semua penumpang dan awak pesawat sampa saat ini diduga tewas.

“Kami telah mengajukan gugatan terhadap The Boeing Company di pengadilan Circuit Court of Cook County, Illinois, Amerika Serikat. Gugatan ini kami ajukan atas nama klien kami yaitu orang tua dari almarhum Dr. Rio Nanda Pratama yang tewas ketika pesawat Boeing 737 MAX 8 jatuh ke laut,” kata Curtis Miner dari Colson Hicks Eidson, dikutip dari siaran persnya, Kamis (15/11/18).

dr. Rio Nanda, salah satu korban kecelakaan pesawat Lion Air Penerbangan Jakarta-Pangkalpinang.

Terkait dengan investigasi kecelakaan ini, Curtis Miner menyatakan pihak penyelidik dari Indonesia dilarang untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab atau siapa yang bersalah, dan hanya diperbolehkan untuk membuat rekomendasi keselamatan untuk industri penerbangan di masa depan.

“Inilah sebabnya mengapa tindakan hukum atas nama keluarga korban harus dilakukan. Investigasi oleh lembaga Pemerintah biasanya tidak akan memutuskan siapa yang bersalah dan tidak menyediakan ganti rugi yang adil kepada para keluarga korban. Inilah pentingnya gugatan perdata pribadi dalam tragedi seperti ini,” ujarnya.

Ayah dari almarhum Dr. Pratama mengungkapkan alasan pengajuan gugatan tersebut. “Semua keluarga korban ingin mengetahui kebenaran dan penyebab tragedi ini, kesalahan yang sama harus dihindari ke depannya dan pihak yang bertanggung jawab harus dibawa ke pengadilan. Saya menuntut keadilan untuk putra saya dan semua korban jiwa dalam kecelakaan tersebut,” katanya.

Ilustrasi pesawat boeing 737 Max (Foto/Foxbussines)

Pada tanggal 7 November 2018, Federal Aviation Administration (FAA) menerbitkan Emergency Airworthiness Directive (Petunjuk Layak Terbang Darurat) untuk pesawat Boeing 737 MAX. FAA menilai bahwa pesawat Boeing 737 MAX memiliki kondisi yang “tidak aman” dan kondisi ini juga mungkin ada dan dapat terjadi pada pesawat Boeing 737 MAX lainnya.

Sistem kontrol penerbangan tersebut dirancang untuk mencegah agar awak penerbangan tidak salah mengangkat hidung pesawat terlalu tinggi. Namun dalam kondisi tertentu, sistem tersebut dapat tiba-tiba mendorong hidung pesawat ke bawah dengan kuat sehingga awak pesawat kehilangan kontrol dan tidak dapat menarik hidung pesawat kembali ke atas pada waktu yang tepat sehingga terjadi kecelakaan.

Sistem ini dapat menyala secara otomatis bahkan jika pilot menerbangkan pesawat secara manual, dan tidak akan menduga apabila sistem dapat sewaktu-waktu aktif.

Para regulator penerbangan AS telah memerintahkan peninjauan kembali terhadap prosedur keselamatan pesawat Boeing dan mencari tahu mengenai informasi apa saja yang telah disampaikan ataupun tidak disampaikan kepada maskapai penerbangan mengenai sistem kendali penerbangan yang baru ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *